CARI

Selasa, 08 Mei 2012

Menikah Nggak Cukup Cuma Modal Perasaan

Tips PasanganBerencana menikah tapi hanya punya modal cinta? Sebaiknya pertimbangkan lagi rencana tersebut. Menurut psikolog Ratih Ibrahim, modal perasaan saja tidak cukup untuk membina sebuah pernikahan.

Ratih mengatakan terkadang orang merasa dengan cinta saja bisa cukup untuk menjalani hidup berumah tangga. Padahal prinsip tersebut justru bisa jadi hal yang menjerumuskan. Ketika pasangan sebenarnya sudah tahu hubungan mereka tidak cocok atau hanya bisa bertahan dengan cinta, seharusnya hubungan itu jangan dilanjutkan hingga terlalu dalam.

"Dari awal lo udah tahu, don't go into there. Kalau sudah sampai jalan delapan tahun, itu elo kayak hamster yang lari di dalam kurungan (nggak ke mana-mana-red), itu kan stupid. Kalau sudah tahu no future, ngapain dijalanin," ujarnya.

Ratih menekankan hal pertama yang digunakan ketika akan mempertimbangkan untuk menikah adalah akal sehat. Perasaan cinta Anda pada pasangan perlu diselaraskan dengan akal sehat.

"Ini bukannya jadi, ih gila ya nggak berperasaan. Bukan gitu. Tapi akal sehat harus dipakai benar-benar. Apalagi perkawinan. Perkawinan itu akal sehat juga harus jalan bukan pakai makan perasaan aja," jelasnya saat diwawancara wolipop di kantornya di Taman Aries, Kembangan, Jakarta Barat, Senin (7/5/2012).

Kenapa perasaan jangan jadi modal satu-satunya untuk menikah? Menurut Ratih, hal itu karena, perasaan bisa hanya bertahan sementara. Sehingga satu-satunya hal yang bisa menyelamatkan pernikahan adalah akal sehat.

"Kalau akal sehat nggak dipakai terus cuma rasa doang, terus rasanya memudar, mau ngapain coba. Makan deh tuh perasaan," ujar Direktur Personal Growth itu sembari tertawa.

Selain akal sehat, yang juga harus dipertimbangkan ketika akan memutuskan menikah adalah keajegan atau kestabilan. Kestabilan ini bisa berbagai hal. Namun sebaiknya, untuk hal paling standar seperti kestabilan dalam hal sandang, pangan dan papan penting dipersiapkan, bukan hanya modal cinta.

"Cinta kan cukup untuk kita saling memiliki itu cuma ada di lagu aja. Kalau elo nggak makan pasti akan bete. Elo nggak akan sehat, otak juga nggak jalan, elo nggak berfungsi," tutur psikolog lulusan Universitas Indonesia itu.

Ratih melihat, ada banyak pernikahan berakhir karena masalah ketidakstabilan sandangan, pangan dan papan ini. "Bubaran lantaran ternyata laper itu nggak enak. Cinta, cinta, cinta, sudah berapa banyak yang bubar," tukasnya.

Saat menikah, menurut Ratih, pasangan juga sering lupa kalau mereka nantinya akan punya anak. Anak-anak tentunya tidak cukup dibesarkan hanya dengan modal perasaan atau cinta.

"Memang anak-anak itu bisa dikasih makan atau hidup karena bapak ibunya saling cinta doang? Bapak ibunya harus punya akal sehat, supaya tahu bagaimana bertanggungjawab untuk memberikan kehidupan yang pantas buat anaknya," tandas wanita yang rutin mengisi acara di sebuah radio sejak 2010 itu

0 komentar:

Posting Komentar